Hilang Untuk Healing
Akhir tahun 2018, aku pernah jalan-jalan ke Jogja bersama rekan-rekan kerja dari sekolah tempatku mengajar. Rencana awalnya, kami akan berangkat di tanggal tertentu. Namun qadarullah, keberangkatan itu harus diundur karena bertepatan dengan jadwal tes SKB CPNS Kemenag yang harus aku ikuti.
Aku masih ingat betul, tes tersebut berlangsung selama tiga hari berturut-turut dan bertepatan dengan rapat kerja guru semester genap. Dari sanalah mulai muncul isu hangat bahwa aku sedang mengurus pernikahan. Hahaha.
Saking santernya kabar itu, beberapa guru bahkan langsung bertanya padaku. Aku hanya bilang ada urusan keluarga. Kenapa tidak jujur soal ikut tes CPNS? Karena saat itu aku merasa tabu—masih bekerja di satu tempat, tapi mendaftar kerja di tempat lain. Meski sebenarnya, aku tetap izin secara resmi ke kepala sekolah.
Lucunya, karena aku terlalu menutup-nutupi, malah timbul prasangka aneh. Wkwk. Tapi alhamdulillah, aku tetap lanjut ke tahap SKB dan resmi mengambil cuti tiga hari untuk itu.
Tentang tiket Jogja yang sudah terlanjur kubeli, awalnya ingin kubatalkan. Tapi Opi—teman baikku—dengan ikhlas menemaniku dan bahkan ikut reschedule tiketnya. Dia bersedia menanggung biaya tambahan demi menemaniku healing ke Jogja. Maasyaa Allah. Allahumma baarik.
Oh iya, soal CPNS itu sendiri, jujur saja awalnya aku ikut karena ‘disuruh’ orang tua. Dalam hati, aku belum siap. Rasanya cukup jadi guru tetap di yayasan saja. Tapi akhirnya aku tetap ikut, meski setengah hati. Anehnya, malah lulus ke tahap SKB.
Ujian SKB ini benar-benar menguras tenaga. Tiga hari tes, lokasi yang cukup jauh, dan hari terakhir aku baru sampai rumah pukul 10 malam. Capeknya luar biasa. Dari situ mulai muncul rasa: “Ya Allah, semoga lulus…” Karena jujur secapek itu wey!
Bulan Desember saat itu adalah masa-masa galau. Bukan hanya soal hati, tapi juga masa depan. Rasanya campur aduk. Sampai-sampai dari Desember sampai Februari tahun berikutnya, aku menutup akun Instagram. Aku ingin menghilang.
Kini pun aku masih melakukannya, meski hanya menghapus aplikasi saja. Aku tidak ingin dicari, tidak ingin jadi pusat perhatian. Hidupku tidak semenarik itu. Bahkan tulisan ini pun mungkin hanya aku yang baca. Hahaha.
Tapi tak apa. Anggap saja ini jadi bahan isi ulang untuk blog yang sudah lama berdebu.
Lalu bagaimana hasil akhirnya? Apakah aku lolos CPNS? Tentu tidak. Haha. Tapi nyaris!
Kuota formasi hanya 17 orang. Tahu aku urutan ke berapa? Ke-18. Hanya selisih beberapa poin. Ternyata aku kalah di usia. Nilai akhir sepertinya cuma jadi pemanis.
Ya begitulah hidup. Kadang, saat kita tidak berharap, justru malah diberi. Tapi saat kita berharap, malah diambil. Mungkin agar tidak bergantung pada harapan, tapi tetap yakin pada keputusan Allah.
Hilang untuk healing.
Berusaha menyembuhkan diri dengan menghilang. Setelah sempat terluka di bulan Maret, Alhamdulillah—akhir April, aku dipertemukan dengan sosok yang kini menjadi suamiku.
Tak ingin muluk-muluk. Aku hanya berdoa:
Ya Allah, persatukan kami di dunia dan akhirat.
Aamiin. Allahumma baarik.

0 komentar