Mengapa Harus Hujan?

by - Februari 29, 2016


Kali ini aku harus berpikir puluhan kali, untuk menebak perasaanmu. Kamu bilang bahwa setiap hujan datang perasaanmu selalu tenteram, tenang, dan merasa bahagia. Setidaknya itu bayanganku saja. Untuk menyapamu saja aku gemetar setengah mati. Sebagai lelaki, lebih dari hanya malu, aku menghargaimu sebab auramu begitu terjaga. Siapalah aku ini?

Mengapa harus hujan yang kamu nantikan? Bukankah ada aku yang senantiasa mengawasimu dari jauh, di balik jendela sebuah toko buku. Aku sering melihatmu berteduh di seberang toko ini. Tanganmu mengulur, membiarkan tiap tetes air itu membasahi telapak tanganmu itu. Tak jarang aku lihat kamu menerobos hujan, berlari-lari kecil tanpa membawa perlindungan. Payung misalnya.

Setiap hari berlalu seperti itu. Aku masih bertanya-tanya, mengapa harus hujan yang membuatmu bahagia? Adakah sesuatu yang kamu tunggu? Ah, aku bava dari sebuah buku kalau pada saat hujan adalah waktu terbaik untuk berdoa. Mungkinkah, kamu sedang mengharapkan sesuatu?

Sayang, beberapa minggu terakhir langit enggan menurunkan air. Aku tidak bisa melihatmu berteduh di seberang toko lagi. Aku kehilangan kesempatan untuk memberimu payung. Sampai pada hujan yang turun hari ini, aku sadar bahwa aku sudah kehilangan kesempatan yang begitu besar.

Lelaki yang tidak kukenal itu menghampirimu lebih dulu, membawakan payung bahkan sebuket bunga tersembunyi dibalik tubuhnya. Ah ternyata aku sudah kehilangan kesempatan sejauh ini. Ketika aku sadar bahwa jari manis kalian melingkar cincin pernikahan, sebuah pertanyaan besarku akhirnya terjawab. Dengan sangat jelas.

©yulinsar
Cerpen | Rumah
08/11/15

You May Also Like

0 komentar